Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Apa sih K3 itu? Penasaran ?. Untuk selengkapnya klik yuk!

Alat Pelindung Diri

APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. Kupas tuntas dengan klik yuk!

Hiearchy of Hazard Controls

Wah Bahaya aja bisa dikendalikan, penasaran hierarkinya? klik yuk!

Sabtu, 22 Desember 2018

Kecelakaan Kerja


Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan tidak diduga semula yang dapat menimbulkan korban manusia dan atau harta benda (Permenaker No. 03/MEN/1998). Pengertian lain kecelakaan kerja adalah semua kejadian yang tidak direncanakan yang menyebabkan atau berpotensial menyebabkan cidera, kesakitan, kerusakan atau kerugian lainnya (Standar AS/NZS 4801:2001). Sedangkan definisi kecelakaan kerja menurut OHSAS 18001:2007 adalah kejadian yang berhubungan dengan pekerjaan yang dapat menyebabkan cidera atau kesakitan (tergantung dari keparahannya) kejadian kematian atau kejadian yang dapat menyebabkan kematian.

Berikut ini beberapa pengertian kecelakaan kerja dari beberapa sumber buku:

  • Menurut Suma'mur (2009), kecelakaan kerja adalah suatu kejadian atau peristiwa yang tidak diinginkan yang merugikan terhadap manusia, merusak harta benda atau kerugian terhadap proses. 
  • Menurut Gunawan dan Waluyo (2015), kecelakaan adalah suatu kejadian yang (tidak direncanakan) dan tidak diharapkan yang dapat mengganggu proses produksi/operasi, merusak harta benda/aset, mencederai manusia, atau merusak lingkungan. 
  • Menurut Heinrich (1980), kecelakaan kerja atau kecelakaan akibat kerja adalah suatu kejadian yang tidak terencana dan tidak terkendali akibat dari suatu tindakan atau reaksi suatu objek, bahan, orang, atau radiasi yang mengakibatkan cidera atau kemungkinan akibat lainnya. 
  • Menurut Reese (2009), kecelakaan kerja merupakan hasil langsung dari tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman, yang keduanya dapat dikontrol oleh manajemen. Tindakan tidak aman dan kondisi tidak aman disebut sebagai penyebab langsung (immediate/primary causes) kecelakaan karena keduanya adalah penyebab yang jelas / nyata dan secara langsung terlibat pada saat kecelakaan terjadi. 
  • Menurut Tjandra (2008), kecelakaan kerja adalah suatu kecelakaan yang terjadi pada saat seseorang melakukan pekerjaan. Kecelakaan kerja merupakan peristiwa yang tidak direncanakan yang disebabkan oleh suatu tindakan yang tidak berhati-hati atau suatu keadaan yang tidak aman atau kedua-duanya.

Jenis-jenis Kecelakaan Kerja 

Menurut Bird dan Germain (1990), terdapat tiga jenis kecelakaan kerja, yaitu:
  1. Accident, yaitu kejadian yang tidak diinginkan yang menimbulkan kerugian baik bagi manusia maupun terhadap harta benda. 
  2. Incident, yaitu kejadian yang tidak diinginkan yang belum menimbulkan kerugian. 
  3. Near miss, yaitu kejadian hampir celaka dengan kata lain kejadian ini hampir menimbulkan kejadian incident ataupun accident.
Berdasarkan lokasi dan waktu, kecelakaan kerja dibagi menjadi empat jenis, yaitu (Sedarmayanti, 2011):
  1. Kecelakaan kerja akibat langsung kerja. 
  2. Kecelakaan pada saat atau waktu kerja.
  3. Kecelakaan di perjalanan (dari rumah ke tempat kerja dan sebaliknya, melalui jalan yang wajar).
  4. Penyakit akibat kerja.
Berdasarkan tingkatan akibat yang ditimbulkan, kecelakaan kerja dibagi menjadi tiga jenis, yaitu (Suma’mur,1981):
  1. Kecelakaan kerja ringan, yaitu kecelakaan kerja yang perlu pengobatan pada hari itu dan bisa melakakukan pekerjaannya kembali atau istirahat < 2 hari. Contoh: terpeleset, tergores, terkena pecahan beling, terjatuh dan terkilir. 
  2. Kecelakaan kerja Sedang, yaitu kecelakaan kerja yang memerlukan pengobatan dan perlu istirahat selama > 2 hari. Contoh: terjepit, luka sampai robek, luka bakar.
  3. Kecelakaan kerja berat, yaitu kecelakaan kerja yang mengalami amputasi dan kegagalan fungsi tubuh. Contoh: patah tulang.

Penyebab Kecelakaan Kerja 

Kecelakaan kerja terjadi karena perilaku personel yang kurang hati-hati atau ceroboh atau bisa juga karena kondisi yang tidak aman, apakah itu berupa fisik, atau pengaruh lingkungan (Widodo, 2015).

Berdasarkan hasil statistik, penyebab kecelakaan kerja 85% disebabkan tindakan yang berbahaya (unsafe act) dan 15% disebabkan oleh kondisi yang berbahaya (unsafe condition). Penjelasan kedua penyebab kecelakaan kerja tersebut adalah sebagai berikut (Ramli, 2010):

  1. Kondisi yang berbahaya (unsafe condition) yaitu faktor-faktor lingkungan fisik yang dapat menimbulkan kecelakaan seperti mesin tanpa pengaman, penerangan yang tidak sesuai, Alat Pelindung Diri (APD) tidak efektif, lantai yang berminyak, dan lain-lain. 
  2. Tindakan yang berbahaya (unsafe act) yaitu perilaku atau kesalahan-kesalahan yang dapat menimbulkan kecelakaan seperti ceroboh, tidak memakai alat pelindung diri, dan lain-lain, hal ini disebabkan oleh gangguan kesehatan, gangguan penglihatan, penyakit, cemas serta kurangnya pengetahuan dalam proses kerja, cara kerja, dan lain-lain.

Sedangkan menurut Ridley (2008), penyebab terjadinya kecelakaan kerja adalah sebagai berikut:

a. Situasi Kerja

  1. Pengendalian manajemen yang kurang. 
  2. Standar kerja yang minim. 
  3. Tidak memenuhi standar. 
  4. Perlengkapan yang gagal atau tempat kerja yang tidak mencukupi. 

b. Kesalahan Orang

  1. Keterampilan dan pengetahuan yang minim. 
  2. Masalah fisik atau mental. 
  3. Motivasi yang minim atau salah penempatan.
  4. Perhatian yang kurang. 

c. Tindakan Tidak Aman

  1. Tidak mengikuti metode kerja yang telah disetujui. 
  2. Mengambil jalan pintas. 
  3. Menyingkirkan atau tidak menggunakan perlengkapan keselamatan kerja. 

d. Kecelakaan

  1. Kejadian yang tidak terduga. 
  2. Akibat kontak dengan mesin atau listrik yang berbahaya. 
  3. Terjatuh. 
  4. Terhantam mesin atau material yang jatuh dan sebagainya.
Kecelakaan kerja juga bisa disebabkan oleh beberapa faktor sebagai berikut (Rachmawati, 2008):
  1. Faktor fisik, yang meliputi penerangan, suhu udara, kelembaban, cepat rambat udara, suara, vibrasi mekanis, radiasi, tekanan udara, dan lain-lain. 
  2. Faktor kimia, yaitu berupa gas, uap, debu, kabut, awan, cairan, dan benda-benda padat. 
  3. Faktor biologi, baik dari golongan hewan maupun dari tumbuh-tumbuhan. 
  4. Faktor fisiologis, seperti konstruksi mesin, sikap, dan cara kerja.
  5. Faktor mental-psikologis, yaitu susunan kerja, hubungan di antara pekerja atau dengan pengusaha, pemeliharaan kerja, dan sebagainya.

Pencegahan Kecelakaan Kerja

Kecelakaan kerja dapat dicegah dengan memperhatikan beberapa faktor, antara lain sebagai berikut (Suma’mur, 2009):

a. Faktor Lingkungan 

Lingkungan kerja yang memenuhi persyaratan pencegahan kecelakaan kerja, yaitu:
  1. Memenuhi syarat aman, meliputi higiene umum, sanitasi, ventilasi udara, pencahayaan dan penerangan di tempat kerja dan pengaturan suhu udara ruang kerja. 
  2. Memenuhi syarat keselamatan, meliputi kondisi gedung dan tempat kerja yang dapat menjamin keselamatan. 
  3. Memenuhi penyelenggaraan ketatarumahtanggaan, meliputi pengaturan penyimpanan barang, penempatan dan pemasangan mesin, penggunaan tempat dan ruangan.

b. Faktor Mesin dan peralatan kerja 

Mesin dan peralatan kerja harus didasarkan pada perencanaan yang baik dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku. Perencanaan yang baik terlihat dari baiknya pagar atau tutup pengaman pada bagian-bagian mesin atau perkakas yang bergerak, antara lain bagian yang berputar. Bila pagar atau tutup pengaman telah terpasang, harus diketahui dengan pasti efektif tidaknya pagar atau tutup pengaman tersebut yang dilihat dari bentuk dan ukurannya yang sesuai terhadap mesin atau alat serta perkakas yang terhadapnya keselamatan pekerja dilindungi.

c. Faktor Perlengkapan kerja 

Alat pelindung diri merupakan perlengkapan kerja yang harus terpenuhi bagi pekerja. Alat pelindung diri berupa pakaian kerja, kacamata, sarung tangan, yang kesemuanya harus cocok ukurannya sehingga menimbulkan kenyamanan dalam penggunaannya.

d. Faktor manusia 

Pencegahan kecelakaan terhadap faktor manusia meliputi peraturan kerja, mempertimbangkan batas kemampuan dan ketrampilan pekerja, meniadakan hal-hal yang mengurangi konsentrasi kerja, menegakkan disiplin kerja, menghindari perbuatan yang mendatangkan kecelakaan serta menghilangkan adanya ketidakcocokan fisik dan mental.

Kecelakaan kerja juga dapat dikurangi, dicegah atau dihindari dengan menerapkan program yang dikenal dengan tri-E atau Triple E, yaitu (Sedarmayanti,2011):

  1. Engineering (Teknik). Engineering artinya tindakan pertama adalah melengkapi semua perkakas dan mesin dengan alat pencegah kecelakaan (safety guards) misalnya tombol untuk menghentikan bekerjanya alat/mesin (cut of switches) serta alat lain, agar mereka secara teknis dapat terlindungi.
  2. Education (Pendidikan). Education artinya perlu memberikan pendidikan dan latihan kepada para pegawai untuk menanamkan kebiasaan bekerja dan cara kerja yang tepat dalam rangka mencapai keadaan yang aman (safety) semaksimal mungkin.
  3. Enforcement (Pelaksanaan).  Enforcement artinya tindakan pelaksanaan, yang memberi jaminan bahwa peraturan pengendalian kecelakaan dilaksanakan.
Sumber: Kajian Pustaka

Hierarki Hazard Controls K3



Risiko/bahaya yang sudah diidentifikasi dan dilakukan penilaian memerlukan langkah pengendalian untuk menurunkan tingkat resiko/bahaya-nya menuju ke titik yang aman.
Pengendalian Resiko/Bahaya dengan cara eliminasi memiliki tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi tertinggi di antara pengendalian lainnya. Dan pada urutan hierarki setelahnya, tingkat keefektifan, kehandalan dan proteksi menurun seperti diilustrasikan pada gambar di bawah :
Hierarki Pengendalian Resiko
Pengendalian resiko merupakan suatu hierarki (dilakukan berurutan sampai dengan tingkat resiko/bahaya berkurang menuju titik yang aman). Hierarki pengendalian tersebut antara lain ialah eliminasi, substitusi, perancangan, administrasi dan alat pelindung diri (APD) yang terdapat pada tabel di bawah :
Hierarki Pengendalian Resiko K3
EliminasiEliminasi Sumber BahayaTempat Kerja/Pekerjaan Aman Mengurangi Bahaya
SubstitusiSubstitusi Alat/Mesin/Bahan
PerancanganModifikasi/Perancangan Alat/Mesin/Tempat Kerja yang Lebih Aman
AdministrasiProsedur, Aturan, Pelatihan, Durasi Kerja, Tanda Bahaya, Rambu, Poster, LabelTenaga Kerja Aman Mengurangi Paparan
APDAlat Perlindungan Diri Tenaga Kerja

Definisi Bahaya dan Faktor Bahaya di Tempat Kerja


Definisi bahaya (hazard) ialah semua sumber, situasi ataupun aktivitas yang berpotensi menimbulkan cedera (kecelakaan kerja) dan atau penyakit akibat kerja (PAK) - definisi berdasarkan OHSAS 18001:2007.
Secara umum terdapat 5 (lima) faktor bahaya K3 di tempat kerja, antara lain : faktor bahaya biologi(s), faktor bahaya kimia, faktor bahaya fisik/mekanik, faktor bahaya biomekanik serta faktor bahaya sosial-psikologis. Tabel di bawah merupakan daftar singkat bahaya dari faktor-faktor bahaya di atas :
Pengertian (Definisi) Bahaya dan 5 Faktor Bahaya K3 di tempat kerja
Faktor Bahaya Biologi
  1. Jamur.
  2. Virus.
  3. Bakteri.
  4. Tanaman.
  5. Binatang.
Faktor Bahaya Kimia
  1. Bahan/Material/Cairan/Gas/Debu/Uap Berbahaya.
  2. Beracun.
  3. Reaktif.
  4. Radioaktif.
  5. Mudah Meledak.
  6. Mudah Terbakar/Menyala.
  7. Iritan.
  8. Korosif.
Faktor Bahaya Fisik/Mekanik
  1. Ketinggian.
  2. Konstruksi (Infrastruktur).
  3. Mesin/Alat/Kendaraan/Alat Berat.
  4. Ruangan Terbatas (Terkurung).
  5. Tekanan.
  6. Kebisingan.
  7. Suhu.
  8. Cahaya.
  9. Listrik.
  10. Getaran.
  11. Radiasi.
Faktor Bahaya Biomekanik
  1. Gerakan Berulang.
  2. Postur/Posisi Kerja.
  3. Pengangkutan Manual.
  4. Desain tempat kerja/alat/mesin.
Faktor Bahaya Sosial-Psikologis
  1. Stress.
  2. Kekerasan.
  3. Pelecehan.
  4. Pengucilan.
  5. Intimidasi.
  6. Emosi Negatif.

Sumber: Ahli K3 Umum

Definisi Risiko dan Penilaian Matriks


Definisi risiko K3 (risk) ialah potensi kerugian yang bisa diakibatkan apabila berkontak dengan suatu bahaya ataupun terhadap kegagalan suatu fungsi.
Penilaian Resiko (Matriks Resiko)
Penilaian Resiko merupakan hasil kali antara nilai frekuensi dengan nilai keparahan suatu resiko. Untuk menentukan kagori suatu resiko apakah itu rendah, sedang, tinggi ataupun ekstrim dapat menggunakan metode matriks resiko seperti pada tabel matriks resiko di bawah :
Tabel Matriks ResikoKeparahan
Sangat RinganRinganSedangBeratSangat Berat
FrekuensiSangat SeringSedangTinggiTinggiEkstrimEkstrim
SeringSedangSedangTinggiTinggiEkstrim
SedangRendahSedangSedangTinggiEkstrim
JarangRendahSedangSedangTinggiTinggi
Sangat JarangRendahRendahSedangSedangTinggi

Tabel di bawah merupakan contoh parameter keseringan dari tabel matriks resiko di atas :

Kategori KeseringanContoh Parameter IContoh Parameter II
Sangat JarangTerjadi 1X dalam masa lebih dari 1 tahunProbabilitas 1 dari 1.000.000 jam kerja orang lebih
JarangBisa terjadi 1X dalam setahunProbabilitas 1 dari 1.000.000 jam kerja orang
SedangBisa terjadi 1X dalam sebulanProbabilitas 1 dari 100.000 jam kerja orang
SeringBisa terjadi 1X dalam semingguProbabilitas 1 dari 1000 jam kerja orang
Sangat SeringTerjadi hampir setiap hariProbabilitas 1 dari 100 jam kerja orang

Tabel di bawah merupakan contoh parameter keparahan dari tabel matriks resiko :

Kategori KeparahanContoh Parameter IContoh Parameter II
Sangat RinganTidak terdapat cedera/penyakit, tenaga kerja dapat langsung bekerja kembaliTotal kerugian kecelakaan kerja kurang dari Rp. 1.000.000
RinganCedera ringan, tenaga kerja dapat langsung bekerja kembaliTotal kerugian kecelakaan kerja antara Rp. 1.000.000 – Rp. 1.500.000
SedangMendapat P3K atau tindakan medis, tidak ada hilang jam kerja lebih dari 1X24 jamTotal kerugian kecelakaan kerja antara Rp. 1.500.000 – Rp. 5.000.000
ParahMemerlukan tindakan medis lanjut/rujukan, cacat sementara, terdapat jam kerja hilang 1X24 jamTotal kerugian kecelakaan kerja antara Rp. 5.000.000 – Rp. 10.000.000
Sangat ParahCacat Permanen, Kematian, terdapat jam kerja hilang lebih dari 1X24 jamTotal kerugian kecelakaan kerja lebih dari Rp. 10.000.000

Tabel di bawah merupakan representasi kategori resiko yang dihasilkan dari penilaian matriks resiko :

RendahPerlu Aturan/Prosedur/Rambu
SedangPerlu Tindakan Langsung
TinggiPerlu Perencanaan Pengendalian
EkstrimPerlu Perhatian Manajemen Atas
Dari representasi di atas, maka dapat kita tentukan langkah pengendalian resiko yang paling tepat berdasarkan 5 (lima) hirarki pengendalian resiko/bahaya K3.

Sumber : Ahli K3 Umum

Alat Pelindung Diri K3


Bagi seorang pekerja dan perusahaan, keselamatan kerja menjadi hal utama. Kesehatan dan Keselamatan Kerja atau K3 ini juga diatur dalam Undang-undang Ketenagakerjaan. Perusahaan dan pekerja sama-sama harus mengetahui tentang keselamatan kerja sesuai dengan standar yang berlaku, salah satunya dengan menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) yang sesuai dengan standarisasi.
APD adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. APD ini terdiri dari kelengkapan wajib yang digunakan oleh pekerja sesuai dengan bahaya dan risiko kerja yang digunakan untuk menjaga keselamatan pekerja sekaligus orang di sekelilingnya. Kewajiban ini tertuang dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Per.08/Men/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri. Dan pengusaha wajib untuk menyediakan APD sesuai dengan Standar Nasional Indonesia (SNI) bagi pekerjanya.

Apa saja bentuk Alat Pelindung Diri yang sesuai dengan standar Kesehatan & Keselamatan Kerja (K3)?

1. Helm Keselamatan

Helm keselamatan atau safety helmet ini berfungsi untuk melindungi kepala dari benturan, pukulan, atau kejatuhan benda tajam dan berat yang melayang atau meluncur di udara. Helm ini juga bisa melindungi kepala dari radiasi panas, api, percikan bahan kimia ataupun suhu yang ekstrim. Untuk beberapa pekerjaan dengan risiko yang relatif lebih rendah bisa menggunakan topi ataupun penutup kepala sebagai pelindung.

2. Sabuk dan tali Keselamatan

Sabuk keselamatan atau safety belt ini berfungsi untuk membatasi gerak pekerja agar tidak terjatuh atau terlepas dari posisi yang diinginkan. Beberapa pekerjaan mengharuskan pekerja untuk berada pada posisi yang cukup berbahaya seperti pada posisi miring, tergantung atau memasuki rongga sempit. Sabuk keselamatan ini terdiri dari harnesslanyardsafety rope, dan sabuk lainnya yang digunakan bersamaan dengan beberapa alat lainnya seperti karabiner, rope clampdecender, dan lain-lain.

3. Sepatu Boot

Sepatu boot ini berfungsi untuk melindungi kaki dari benturan atau tertimpa benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, bahan kimia berbahaya ataupun permukaan licin. Bedanya dengan safety shoes umumnya adalah perlindungan yang lebih maksimal karena modelnya yang tinggi dan melindungi hingga ke betis dan tulang kering.

4. Sepatu Pelindung

Sepatu pelindung ini berfungsi untuk melindungi kaki dari benturan atau tertimpa benda berat, tertusuk benda tajam, terkena cairan panas atau dingin, uap panas, bahan kimia berbahaya ataupun permukaan licin. Selain fungsi di atas, sepatu safety berkualitas juga memiliki tingkat keawetan yang baik sehingga bisa digunakan dalam jangka waktu yang panjang. Berbagai sepatu pelindung ataupun safety shoes tersedia sesuai dengan kebutuhan. Ada yang antislip, antipanas, anti-bahan kimia, anti-listrik, dll. 

5. Masker

Masker pernafasan ini berfungsi untuk melindungi organ pernafasan dengan cara menyaring vemaran bahan kimia, mikro-organisme, partikel debu, aerosol, uap, asap, ataupun gas. Sehingga udara yang dihirup masuk ke dalam tubuh adalah udara yang bersih dan sehat. Masker ini terdiri dari berbagai jenis, seperti respirator, katrit, kanister, tangki selam dan regulator, dan alat pembantu pernafasan.

6. Penutup telinga

Penutup telinga ini bisa terdiri dari sumbat telinga (ear plug) atau penutup telinga (earmuff), yang berfungsi untuk melindungi telinga dari kebisingan ataupun tekanan.

7. Kacamata Pengaman

Kacamata pengaman ini digunakan sebagai alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi mata dari paparan partikel yang melayang di udara ataupun di air, percikan benda kecil, benda panas, ataupun uap panas. Selain itu kacamata pengaman juga berfungsi untuk menghalangi pancaran cahaya yang langsung ke mata, benturan serta pukulan benda keras dan tajam. Jenis kacamata pengaman ini bisa berupa spectaclesatau googgles.

8. Sarung Tangan

Sarung tangan ini berfungsi untuk melindungi jari-jari tangan dari api, suhu panas, suhu dingin, radiasi, arus listrik, bahan kimia, benturan, pukulan, tergores benda tajam ataupun infeksi dari zat patogen seperti virus dan bakteri. Sarung tangan ini terbuat dari material yang beraneka macam, tergantung dari kebutuhan. Ada yang terbuat dari logam, kulit, kanvas, kain, karet dan sarung tangan yang tahan terhadap bahan kimia.

9. Pelindung Wajah

Pelindung wajah atau face shield ini merupakan alat pelindung yang berfungsi untuk melindungi wajah dari paparan bahan kimia berbahaya, partikel yang melayang di udara atau air, percikan benda kecil, panas ataupun uap panas, benturan atau pukulan benda keras atau tajam, serta pancaran cahaya. Terdiri dari tameng muka atau face shield, masker selam, atau full face masker.

10. Pelampung

Pelampung ini digunakan oleh pekerja yang bekerja di atas air atau di permukaan air agar terhindar dari bahaya tenggelam. Pelampung ini terdiri dari life jacketlife vest atau bouyancycontrol device untuk mengatur keterapungan.
APD atau Alat Pelindung Diri ini harus diperhatikan kondisinya. Jika APD rusak atau rusak atau tidak dapat berfungsi dengan baik harus segera dimusnahkan. Beberapa APD juga memiliki masa pakai, sehingga perawatannya harus lebih diperhatikan dan dicatat waktu pembelian serta masa pemakaiannya.
Dalam Peraturan Menakertrans ini juga disebutkan bahwa pengadaan APD dilakukan oleh perusahaan, dan pekerja berhak untuk menyatakan keberatan untuk melakukan pekerjaan jika alat keselamatan kerja yang disediakan tidak memenuhi ketentuan dan persyaratan.
Sumber: ruparupa.com

Mengupas Tuntas Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3)


Pada masa globalisasi, perusahaan begitu memerlukan sumber daya manusia yang mempunyai tingkat ketrampilan spesifik juga mempunyai kemampuan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, serta berakhlak mulia yang bisa diraih lewat pendidikan. Pendidikan berpartisipasi membina keselamatan serta kesehatan kerja tiap-tiap individu hingga bisa membuat pribadi yang baik.
Instrumen yang memproteksi pekerja, lingkungan hidup, perusahaan, serta orang-orang sekitaran dari bahaya karena kecelakaan kerja di sebut dengan Keselamatan serta kesehatan kerja (K3). Perlindungan itu adalah hak asasi yang harus dipenuhi oleh perusahaan.
K3 mempunyai tujuan menghindar, kurangi, bahkan juga menihilkan resiko kecelakaan kerja (zero accident). Penyakit karena kerja yang menggunakan banyak cost (biaya) perusahaan, sehingga aplikasi rencana ini tidak bisa dipandang jadi usaha mencegah kecelakaan kerja, tetapi mesti dipandang jadi bentuk investasi periode panjang yang berikan keuntungan yang berlimpah pada saat mendatang.
Pada awal revolusi industri, K3 belum juga jadi sisi integral dalam perusahaan. Pada masa in kecelakaan kerja cuma dipandang jadi kecelakaan atau kemungkinan kerja (personal risk), bukanlah tanggung jawab perusahaan. Pandangan ini diperkuat dengan rencana common law defence (CLD) yang terdiri atas contributing negligence (peran kelalaian), fellow servant rule (ketetapan kepegawaian), serta risk assumption (anggapan kemungkinan) (Tono, Muhammad : 2002).
Lalu rencana ini berkembang jadi employers liability yakni K3 jadi tanggung jawab entrepreneur, buruh/pekerja, serta orang-orang umum yang ada diluar lingkungan kerja. Dalam konteks bangsa Indonesia, kesadaran K3 sesungguhnya telah ada mulai sejak pemerintahan kolonial Belanda. Umpamanya, pada 1908 parlemen Belanda menekan Pemerintah Belanda memberlakukan K3 di Hindia Belanda yang diikuti dengan penerbitan Veiligheids Reglement, Staatsblad No. 406 Th. 1910. Setelah itu, pemerintah kolonial Belanda menerbitkan sebagian product hukum yang memberi perlindungan untuk keselamatan Kerja serta kesehatan kerja yang ditata dengan terpisah berdasar pada semasing bidang ekonomi.
Sebagian salah satunya yang menyangkut bidang perhubungan yang mengatur jalan raya perketaapian seperti tertuang dalam Algemene Regelen Betreffende de Aanleg en de Exploitate van Spoor en Tramwegen Bestmend voor Algemene Verkeer in Indonesia (Ketentuan umum mengenai pendirian serta perusahaan Kereta Api serta Trem untuk jalan raya umum Indonesia) serta Staatblad 1926 No. 334, Schepelingen Ongevallen Regeling 1940 (Ordonansi Kecelakaan Pelaut), Staatsblad 1930 No. 225, Veiligheids Reglement (Ketentuan Keamanan Kerja di Pabrik serta Tempat Kerja), dsb.
Kepedulian Tinggi Pada awal jaman kemerdekaan, segi K3 belum juga jadi gosip strategis serta jadi sisi dari problem kemanusiaan serta keadilan. Hal semacam ini bisa dipahami karna Pemerintahan Indonesia tetap dalam masa transisi pengaturan kehidupan politik serta keamanan nasional.
Disamping itu, gerakan roda ekonomi nasional baru mulai dirintis oleh pemerintah serta swasta nasional K3 baru jadi perhatian paling utama pada th. 70-an searah dengan makin ramainya investasi modal serta pengadopsian tehnologi industri nasional (manufaktur). Perubahan itu mendorong pemerintah lakukan regulasi dalam bagian ketenagakerjaan, termasuk juga penyusunan problem K3.
Hal semacam ini tertuang dalam UU No. 1 Th. 1070 mengenai Keselamatan Kerja, sedang ketentuan perundang-undangan ketenagakerjaan terlebih dulu seperti UU Nomor 12 Th. 1948 mengenai Kerja, UU No. 14 Th. 1969 mengenai Ketentuan-ketentuan Pokok Tentang Tenaga Kerja tidak menyebutkan dengan eksplisit rencana K3 yang digolongkan jadi etika kerja. Tiap-tiap tempat kerja atau perusahaan mesti melakukan program K3.
Tempat kerja disebut berdimensi begitu luas meliputi semua tempat kerja, baik di darat, didalam tanah, di permukaan tanah, di air, di udara ataupun di ruangan angkasa.
Penyusunan hukum K3 dalam konteks diatas yaitu sesuai sama bidang/sektor bisnis. Umpamanya, UU No. 13 Th. 1992 mengenai Perkerataapian, UU No. 14 Th. 1992 mengenai Lantas Lintas serta Angkutan Jalan (LLAJ), UU No. 15 Th. 1992 mengenai Penerbangan bersama beberapa ketentuan proses yang lain.
Terkecuali sekor perhubungan diatas, regulasi yang terkait dengan K3 juga didapati dalam beberapa bidang beda seperti pertambangan, konstruksi, pertanian, industri manufaktur (pabrik), perikanan, dan sebagainya. Di masa globalisasi sekarang ini, pembangunan nasional begitu erat dengan perubahan bebrapa gosip global seperti hak-hak asasi manusia (HAM), lingkungan hidup, kemiskinan, serta buruh. Persaingan perebutan global bukan sekedar hanya kwalitas barang namun juga meliputi kwalitas service serta layanan.
Banyak perusahaan multinasional cuma ingin berinvestasi di satu negara bila negara berkaitan mempunyai kepedulian yang tinggi pada lingkungan hidup. Juga kepekaan pada golongan pekerja serta orang-orang miskin. Karenanya bukanlah tidak mungkin bila ada perusahaan yang perduli pada K3, meletakkan ini pada posisi pertama jadi prasyarat investasi.
Jadi satu diantara tubuh PBB yang konsentrasi pada problem pekerja di semua dunia adalah ILO (International Labour Organization), mengatakan 6 kenyataan sekitar Keselamatan & Kesehatan Kerja (K3) yang perlu di perhatikan yakni :
  1. Setiap tahunnya sekitaran 24 juta orang wafat karna kecelakaan serta penyakit di lingkungan kerja termasuk juga didalamnya 360. 000 kecelakaan fatal serta diprediksikan 1, 95 juta dikarenakan oleh penyakit fatal yang muncul di lingkungan kerja.
  2. Hal itu bermakna kalau pada akhir th. nyaris 1 juta pekerja alami kecelakaan kerja serta sekitaran 5. 500 pekerja wafat karena kecelakaan atau penyakit di lingkungan kerja c. 25 Trilyun dari Global Gross Domestic Product (GDP) atau dalam pojok pandang ekonomi, 4% atau sejumlah USD 1, dialokasikan utuk cost dari kehilangan saat kerja karena kecelakaan serta penyakit di lingkunga kerja, kompensasi untuk beberapa pekerja, terhentinya produksi, serta bebrapa cost penyembuhan pekerja.
  3. Potensi bahaya kecelakaan kerja diprediksikan mengakibatkan 651. 000 angka kematian, terlebih di Negara-Negara berkembang. Bahkan juga angka itu mungkin saja bisa semakin besar sekali lagi bila system pelaporan serta notifikasinya tambah baik.
    Data dari beberapa Negara-Negara Industri tunjukkan kalau beberapa pekerja konstruksi mempunyai potensi wafat karena kecelakaan kerja 3 hingga 4 kali semakin besar.
  4. Penyakit paru-paru yang terjangkit pada beberapa pekerja di perusahaan minyak & gas, pertambangan, serta perusahaan perusahaan semacam, jadi karena paparan asbestos, batu bara serta silica, masih tetap jadi perhatian di negara negara maju serta berkembang. Bahkan juga kematian karena kecelakaan kerja dari paparan Asbestos saja telah menjangkau angka 100. 000 serta senantiasa jadi bertambah tiap-tiap tahunnya. (www. lorco. co. cc)
  5. Angka Keselamatan serta Kesehatan Kerja (K3) perusahaan di Indonesia pada umumnya nyatanya masih tetap rendah. Berdasar pada ILO, Indonesia menempati posisi ke-26 dari 27 negara. Diprediksikan cuma 2% saja dari 15. 000 lebih perusahaan besar di Indonesia yang telah mengaplikasikan System Manajemen K3.
Bila kita sadari kalau volume kecelakaan kerja juga jadi peran untuk lihat kesiapan daya saing. Bila volume masih tetap selalu tinggi, Indonesia bias kesusahan dalam hadapi pasar global. Terang ini juga akan merugikan semuanya pihak, terlebih perekonomia kita juga. Hingga hal semacam ini juga akan jadi pukulan berat pada pemerintah, entrepreneur, tenaga kerja serta orang-orang (Rudi Suardi, 2005 : 3).
Sejumlah 26. 000 perusahaan yang berada di ibukota Jakarta, nyatanya 20%nya atau sekitaran 5. 200 perusahaan termasuk juga kelompok perusahaan yang berisiko tinggi pada kecelakaan kerja karena perusahaan-perusahaan ini kurang memberdayakan keselamatan serta kesehatan kerja dengan alas an untuk pengehematan, kelihatannya kurang diperhatikannya infrastruktur perusahaan serta aspek keselamatan ketika berlangsung kecelakaan.
Perusahaan-perusahaan cuma baru mulai mengerti perlunya keselamatan serta kesehatan kerja jika di sekitar lingkungan perusahaan berlangsung kecelakaan, walau sebenarnya jika keselamatan serta kesehatan kerja diaplikasikan mulai sejak awal bisa menghindar berlangsung kecelakaan yang jadi juga akan merugikan perusahaan. Kepala Dinas Tenaga Kerja serta Transmigrasi DKI mengaku kalau banyak perusahaan-perusahaan yang kurang sadar keterikatan keselamatan serta kesehatan kerja dengan keberlangsungan usahanya (Kompas, 25 Maret 2010).
sumber : SafetyNet